Sabtu, 11 Juli 2009

Mencari Kebenaran

Aku dilahirkan dari keluarga biasa saja 19 tahun yang lalu di propinsi termuda dari reuplik ini (waktu itu masih merupakan bagian dari NKRI).
Karena konflik yang tak pernah usai di Dili, ayahku lebih memilih mencarikan sekolah di jogja dan tinggal bersama kakak-kakaku yang lain. Kami tinggal di rumah jatah kakekku di perumahan Pepabri (khususnya untuk pensiunan TNI-AU) dimana ayahlu harus kredit selama 5 tahun.
Sejak kecil aku selalu memperhatikan ayahku yang selalu berkutat dengan komputer. Mulai dari bongkar pasang CPU sampai mengedit video. Karena lingkungan yang demikian akupun tmbuh dengan mencintai komputer. Sejak SMP aku sudah belajar cara mengedit film dengan memperhatikan ayahku. Dan ketika aku menginjak SMA, ayahku sering melatihku secara langsung dengan cara mengedit film-film yang diambil oleh ayahku. Biasanya tentang acara perkawinan dari sahabat-sahabat ayahku. Aku semakin cinta dengan komputer dan ketik aku duduk di kelas 3 SMA, aku mulai menyukai bermain internet seperti remaja lainnya. Aku sering menyewa ke warnet karena ayahku tidak mampu berlangganan internet yang kala itu masih sangat mahal.
Setelah tamat SMA, aku tidak bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi karena ayahku sedang membiayai kedua kakakku. Ayahku mendidik kami dengan menumbuhkan jiwa wirausaha. Sejak kakakku yang pertama di tingkat 1, dia diberi modal beberapa unit komputer untuk dikembangkan di rumah. Kakakku sudah berani service dan jual beli komputer, termasuk menyewakan juga untuk game. Jadi kakakku mulai saat itu sudah mulai bisa menghidupi sendiri untuk kebutuhan sekolah maupun sehari-hari. Setelah 6 bulan aku lihat usaha kakakku di rumah semakin berkembang. Tiba-tiba tibalah gempa yang cukup kuat di Jogja dan atap rumah di atas komputer kakakku rubuh dan menimpa semua komputer yang ada sehingga habislah usaha kakakku. Kemudian, diengan terseok-seok dia cepat menyelesaikan kuliahnya dan lulus dengan baik. Kakakku kemudian merantau ke Jakarta untuk mencari uang.
Setelah 1 tahun dari peristiwa gempa, ayahku mulai berpikir lagi untuk bangkit dengan mencari pinjaman uang ke bank untuk pengadaan 3 unit komputer agar kakakku yang nomor 2 bisa belajar mandiri dengan mengelola komputer yang ada. Meskipun tidak semaju kakakku yang pertama, tapi pemasukan tiap bulan lumayan juga buat tambah-tambah kuliahnya.
Ketika aku menganggur memasuki tahun ketiga, aku ingin memiliki komputer sendiri untuk belajar lebih baik lagi secara otodidak, karena tidak mungkin aku les atau kuliah di informatika. Ayahku pinjam uang 3 juta di bank dan aku rakit sendiri komputerku sehingga dana bisa diirit karena hanya dengan 2 juta lebih sedikit aku sudah punya 1 unit komputer yang cukup handal. Tiap bulan aku ikut membantu cicilan pinjaman di bank. Tak lama kemudian aku sudah menguasai pembuatan website dan mencoba beljar dengan teman kenalan di internet yang sudah berpengalaman dalam webhosting. Akhirnya, aku sudah siap untuk memasarkan sendiri bahwa saya siap membuatkan web dan hsotingannya sekaligus dengan harga yang sangat terjangkau. Setiap minggu langgananku bertambah banyak dan aku semakin bersemangat meningkatkan kemampuanku dalam bidang komputer. Ayahku sangat bangga dengan perkembanganku dan selalu mendukung dan mendampingi kegiatanku. Ada pesan ayahku yang selalu kuingat:"hati-hati bermain online karena kamu tidak kenal secara fisik dengan orang-orang itu. Biasanya orang jujur akan selalu dimanfaatkan orang lain". Kata-kata itu selalu kuingat sampai saat ini.